#Hanya sebuah kisah lama yang di angkat kembali
Sudah menjadi tabi'at orang Aceh mengawali hari itu dengan segelas kopi. Begitu juga dengan saya, sebagai orang Aceh tulen dan telaten maka tiada sah pagi tanpa segelas kopi (begitulah kira-kira). Dan ini kisah yang terjadi di keude kopi (warkop.red) pagi ini, saat itu.
Sudah menjadi tabi'at orang Aceh mengawali hari itu dengan segelas kopi. Begitu juga dengan saya, sebagai orang Aceh tulen dan telaten maka tiada sah pagi tanpa segelas kopi (begitulah kira-kira). Dan ini kisah yang terjadi di keude kopi (warkop.red) pagi ini, saat itu.
Rabu, (12-12-12), Harian Serambi Indonesia yang merupakan koran lokal untuk wilayah Aceh mengangkat beberapa berita yang salah satunya "bla.. bla.. bla.. kembali merombak kabinetnya". Dari judul inilah awal mula kisah yang membanggakan namun menyedihkan ini terjadi. Seorang kakek yang saya dan beliau sudah biasa ngopi bareng, sehingga saya kenal dengan beliau dan beliau juga mengenali saya berkata pada saya "Nyoe Aneuk Loen (Ini Anak Saya.red)". Mulanya, saya tidak terlalu open (hana that peurumeun - Aceh.red) dengan perkataan kakek tadi, sebab saya lagi khusyuk membaca koran (sayangnya, ini KORAN bukan QUR'AN. Hufft buat saya). Tapi kakek ini kembali mengatakan, "Nyoe Aneuk Loen" sambil memperlihatkan koran yang di tangannya kepada saya. Tgk,... nyoe aneuk loen,... aneuk cik numboi peut.. ya,... jih numboi peut (saudara,.. ini anak saya,... anak kakek nomor empat... ya,... dia nomor empat) kata kakek ini. Mendengar kata-kata kakek ini, saya mencoba untuk mengambil alih guna menguasai koran yang di tangan beliau.. haha... kelihatan saya jahat tapi sebenarnya tidak... sebab memang kakek ini yang menyodorkan koran di tangannya untuk saya melihat dan membacanya. Biarpun tidak mengatakannya, tapi saya tahu kalau kakek ini sombong dan peuleumah (baca : bangga). "Nyoe Aneuk Loen" kalimat ini kembali di lontarkannya kepada saya, sambil menunjuk foto di koran (mungkin, hingga saya selesai meng-qadha hajat nanti (tadi) kalimat ini akan terus terucap pada setiap mereka yang datang). Saya tidak heran, sebab saya lagi-lagi tahu bahwa kakek ini sangat-sangat bangga atas prestasi anaknya itu. Tapi sedihnya (menurut pandangan dzahir dan penilaian (bukan pada nilai nominal dan angka) saya, dengan kesuksesan yang telah di raih oleh anaknya ini, pada hari-harinya kakek ini masih mengenakan pakaian yang boleh di bilang lusuh yang masuk dalam nominasi dan kategori pakaian tiada meusaneut yang sebetulnya lebih biasa kita lihat dikenakan oleh mereka-mereka yang fakir. Untuk ke keude kupi saja, kakek ini masih menggunakan geutangen (sepeda.red) yang tila-nya itu singet.
Kesimpulan cerita :
*seorang ayah begitu bangga ketika anaknya sukses, walaupun kesuksesan yang dirasakan oleh sang anak tidak berdampak pada keseharian sang ayah.
*seorang ayah tidak pernah menuntut lebih atas keberhasilan anak-anaknya walaupun semasa kecil hingga lakee kawen (menikah), beliau selalu banting tulang demi keluarganya. yang dia harapkan hanyalah anak-anaknya bisa sukses dan tidak hina dalam dunia apalagi di akhirat kelak.
*seorang anak selayaknya ta'dhim dan memerhatikan orang tuanya terlebih di masa-masa tua beliau, walaupun ia telah berumah tangga dan tinggal jauh dari orang tua.
*selalu sertakan do'a kebahagiaan dunia akhirat dan do'a untuk kedua orang tua dalam setiap nafas-nafas do'a setelah shalat (khusus) dan dimana saja (umum).
*dan lain-lain,... dan lain-lain !sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar